Sistem Pendidikan Nasinal Menggadaikan Pola Pikir, Prilaku, dan Kepribadian Anak

Berbagai bentuk kecurangan terjadi selama pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Komunitas Air Mata Guru (KAMG) di Sumatera Utara misalnya menunjukkan beberapa bukti kecurangan berupa kunci jawaban yang ditulis atau diketik pada selembar kertas. KAMG juga menemukan siswa di Kota Medan mengumpulkan dana secara kolektif untuk diberikan pada orang yang akan memberikan kunci jawaban mulai dari Rp 10 ribu sampai dengan Rp 75 ribu. Kejadian seperti ini juga ditemukan di Balige. Di tempat ini siswa bahkan dipungut Rp 150 ribu per orang (tribunnews.com, 18/4).
Pada penyelenggaraan UN SMK, SMA, dan madrasah aliah tahun ini, Kemendikbud menerima 585 pengaduan, kebanyakan tentang kecurangan dan kebocoran (mediaindonesia.com,23/4). Semua itu hanya demi nilai akademis, meski dengan cara-cara curang. Sayangnya semua itu terjadi di dunia pendidikan yang “mendidik” generasi negeri ini. Lalu mau jadi seperti apa generasi negeri ini dengan pendidikan seperti itu?
Materi Yang Tak Layak
Sebelum itu, masyarakat dikejutkan oleh terungkapnya mater-materi ajaran terutama di sejumlah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengandung istilah dan materi yang tidak patut. Seperti, memuat tentang perselingkuhan (istilah isteri simpanan) dan kata-kata vulgar. Kasus itu terungkap di DKI Jakarta.
Sementara itu di sebuah sekolah di Sukabumi juga ditemukan indikasi penyusupan ajaran komunisme di LKS untuk para siswa. Dalam lembar soal, terdapat kalimat yang menyatakan, “Indonesia mengembangkan sendiri ideologi yang dinilai tepat dengan kondisi bangsa Indonesia yang dinamakan komunis”(wartakotaalive.com, 19/4).
Materi lain yang tak kalah riskan dan berbahaya juga acap ditemukan dalam LKS seperti materi gender, pergaulan bebas dan pluralisme. Misalnya, tentang peran ayah dan ibu yang dipertukarkan, ibu (isteri) keluar rumah bekerja mencari nafkah sementara bapak (suami) di rumah mengurus rumah layaknya ibu rumah tangga. Materi pergaulan bebas disisipkan dalam tahap perkembangan sosial seseorang diantaranya adalah masa remaja yang diisi dengan pacaran. Materi tentang kerukunan umat beragama yang mengarah kepada pluralisme juga sering diangkat dalam sejumlah LKS.
Materi tak patut itu mungkin merupakan fenomena gunung es. Fakta sebenarnya bisa saja terjadi di seantero negeri ini. Padahal materi-materi itu sesungguhnya digunakan untuk membentuk pola pikir anak didik. Hal itu, pada akhirnya akan menentukan corak perilaku dan kepribadian anak bahkan ketika nanti sudah dewasa dan mempengaruhi corak dan perilaku masyarakat negeri ini. Masalah materi tak patut itu bukan masalah remeh, sebaliknya justru sangat penting sebab turut menentukan seperti apa masyakat negeri ini. Jika materi yang digunakan membentuk pola pikir anak didik dan masyarakat itu buruk, yang terbentuk adalah masyarakat yang buruk. Sebaliknya jika baik, hasilnya adalah masyarakat yang baik. Lalu bagaimana jika materi pendidikan anak negeri ini seperti yang terungkap itu?
Lebih ironis, materi ajar itu juga digadaikan pada kongkalingkong nafsu kerakusan bisnis dengan kerakusan materi pihak-pihak tertentu. Keberadaan LKS dan buku ajar tak jarang dalam penentuannya sangat kental dengan motif bisnis antara penerbit dan pihak sekolah. Dari penjualan LKS dan buku ajar itu sekolah dan penerbit meraup keuntungan dari orang tua siswa. Masalah muatan materi hampir tidak pernah dipersoalkan. Pemerintah jelas tahu praktek seperti itu karena memang sudah jadi semacam rahasia umum. Namun lagi-lagi tidak ada tindakan. Anak didik dan orang tua yang jadi korban.
Pangkal Persoalan
Pangkal dari semua masalah itu adalah dijadikannya sekulerisme dan kapitalisme sebagai dasar bagi sistem di negeri ini termasuk sistem pendidikan. Sekulerisme membuat sistem ditentukan menurut hawa nafsu manusia. Sistem akhirnya sarat kepentingan termasuk kepentingan bisnis. Sekulerisme pula yang membuat pendidikan di negeri ini jauh dari membentuk ketakwaan, akhlak mulia dan kepribadian islami anak.
Tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa dan berakhlak mulia memang disebutkan di dalam UU Sisdiknas. Namun kalimat itu hanya semacam pemanis, sebab rincian sistem dan prakteknya justru jauh dari nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Bagaimana akan mewujudkan peserta didik yang beriman dan bertakwa, sementara pelajaran agama sangat sedikit dan itupun diajarkan sekadar sebagai ilmu yang jauh dari amaliyah praktis. Bagaimana membentuk manusia berkarakter dan berakhlak mulia, sementara ketentuan halal-haram dan masalah akhlak justru tidak mendapat perhatian.
Kapitalisme yang bertumpu pada manfaat materi menjadikan sistem pendidikan lebih menitik beratkan pada materi ajar yang bisa memberikan manfaat materiil termasuk memenuhi keperluan dunia usaha. Pendidikan akhirnya lebih menitik beratkan pada penguasaan sains teknologi dan keterampilan. Prestasi dan keberhasilan pendidikan pun hanya diukur dari nilai-nilai akademis, tanpa memperhatikan bagaimana keimanan, ketakwaan, akhlak, perilaku, kepribadian dan krakter anak didik. Itulah yang dibuktikan selama proses UN. Bukan hanya siswa, namun sampai orang tua bahkan guru dan pihak sekolah melakukan berbagai cara termasuk kecurangan untuk mengejar nilai-nilai akademis.
Wajar saja, jika hasilnya karakter anak didik jauh dari kepribadian Islam dan akhlak mulia. Aksi konvoi ke jalan, corat-coret, hura-hura, dan pesta lumrah dilakukan untuk merayakan kelulusan UN. Bahkan sejumlah siswa melakukan pesta miras dan seks untuk merayakan selesainya ujian nasional seperti yang dilakukan siswa-siswi Siantar, Sumatera Utara (jpnn.com, 20/4).
Disamping itu, hasil dari pendidikan yang ada, anak didik dicetak untuk menjadi “robot” atau binatang sirkus, yang terampil mengerjakan sesuatu tapi tidak memiliki kepribadian yang khas, apalagi kepribadian Islam. Akhirnya tak sedikit dari mereka hanya menjadi bagian dari “alat produksi” kapitalis. Disamping itu, karena tidak dibina keimanan dan ketakwaannya, kepintaran yang dimiliki kurang atau bahkan tidak memberi sumbangsih bagi perbaikan masyarakat.
Solusinya Pendidikan Islam
Tujuan membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter, menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan hanya bisa diwujudkan melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam memang bertujuan untuk mewujudkan hal itu. Tujuan itu akan diejawantahkan dalam semua rincian sistem pendidikan.
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.
Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah; mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan.
Ketika hal itu disandingkan dengan materi sains, teknologi dan keterampilan, maka hasilnya adalah manusia-manusia berkepribadian Islam sekaligus pintar dan terampil. Kepintaran dan keterampilan yang dimiliki itu akan berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi dan tarap kehidupan masyarakat.
Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Daulah Islamiyah wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.
Melengkapi semua itu, Islam juga mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan Islam. Allah berfirman:
] يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا …[
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka... (QS. at-Tahrim [66]: 6).
Ibn Katsir dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib k.w menjelaskan ayat tersebut, yaitu: “didiklah mereka dengan adab dan ajarkan kepada mereka”. Sedangkan Qatadah berkata: “dia menyuruh mereka mentaati Allah, melarang mereka dari bermaksiyat kepada Allah, mengurus mereka sesuai perintah Allah, menyuruh dan membantu mereka atasnya. Dan jika engkau melihat kemaksiyatan kepada Allah maka engkau cegah dan larang mereka darinya”.
Dengan sistem pendikan Islam itu akan lahir generasi yang beriman, bertakwa dan berkeribadian Islam sekaligus menguasai sains dan teknologi, pintar dan terampil. Generasi yang akan senantiasa memperhatikan kondisi umat, terus menerus berusaha memperbaiki umat dan mewujukan kebaikan dan perbaikan di tengah umat dalam segala aspek kehidupan.
Wahai kaum muslimin!
Semua itu hanya bisa terwujud dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh. Tentu hal itu hanya bisa dalam naungan sistem al-Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang diperintahkan oleh Allah dan diberitakan oleh Rasulullah saw akan tegak kembali. Namun yang penting kita harus melibatkan diri secara aktif dalam perjuangan untuk mewujudkannya sebagai bukti keimanan kita dan bekal kita menghadap Allah di Hari Akhir nanti. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga 2012 ada 173 kepala daerah yang tersangkut berbagai kasus korupsi. Para kepala daerah itu tersangkut dengan berbagai status yang melekat pada mereka, mulai dari saksi, tersangka, terdakwa, hingga terpidana. (republika.co.id, 23/4)
1. Sebab mendasarnya adalah sistem demokrasi yang sarat biaya. Total pendapatan resmi kepala daerah selama menjabat tidak menutupi biaya pencalonan yang dikeluarkan. Belum lagi membalas budi kepada cukong yang memodali.
2. Selama sistem demokrasi masih diadopsi, masalah itu akan terus ada, apalagi upaya pemberantasan korupi tidak sungguh-sungguh dan terkesan tebang pillih.
3. Yang diperlukan untuk mengatasi semua itu adalah penerapan Syariah Islam secara total dan menyeluruh dalam bingkai al-Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tentang SM 3T Indonesia

Program SM-3T adalah Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru.

C. Tujuan
1. Membantu daerah 3T dalam mengatasi permasalahan pendidikan terutama kekurangan tenaga pendidik.
2. Memberikan pengalaman pengabdian kepada sarjana pendidikan sehingga terbentuk sikap profesional, cintah tana air, bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah pendidikan, dan bentanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa ketahanmalangan mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T.
3. Menciptakan calon pendidik yang memilki jiwa keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik profesional pada daerah 3T.
4. Mempersiapkan calon pendidik profesional sebelum mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

D. Ruang Lingkup SM-3T
1. Melaksanakan tugas pembelajaran pada satuan pendidikan sesuai denganbidang keahlian dan tuntutan kondisi setempat
2. Mendorong kegiatan inovasi pembelajaran di sekolah
3. Melakukan kegiatan ekstra kurikuler
4. Membatu tugas-tugas yang terkait dengan manajemen di sekolah
5. Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung program pembangunan pendidikan di daerah SM-3T
6. Melaksanakan tugas sosial kemasyarakatan

E. Landasan Yuridis
1. UU Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3. PP Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
4. PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru
5. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
6. Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kalifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
7. Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan
8. Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 tentang Program Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Dalam Jjabatan
9. Kepmendiknas Nomor 126/P/2010 tentang Penetapan LPTK Penyelenggara PPG bagi dalam jabatan
10. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 64/DIKTI/Kep/2011 tentang Penetapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Penyelenggara Rintisan Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (Berkewenangan Ganda)
11. Keputusan Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 2788/E4.6/2011tentang Penetapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Penyelenggara Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM-3T)

F. Waktu Pelaksanaan
Program SM-3T merupakan program pengabdian sarjana pendidikan untuk melaksanakan tugas mendidik selama satu tahun di daerah 3T, dilanjutkan dengan program PPG selama satu sampai dua semester di LPTK penyelenggara.
Implementasi Program SM-3 pada tahun 2011, direncanakan dimulai November 2011 sampai dengan Oktober 2012, sedangkan untuk pelaksanaan Program PPG direncanakan dimulai Januari 2013.
Sebelum peserta diberangkatkan kedaerah sasaran wajib mengikuti serangkaian kegiatan prakondisi yang dilaksanakan oleh LPTK penyelengara dengan Pola 120 JP (lebih kurang 12 hari) untuk membekali kesiapan akademik, mental, fisik, dan survival (ketahanmalangan) mereka.

Berikut Jadwal Pelaksanaan Program SM-3T tahun 2011 - 2012 :
1.Pendaftaran 24 Oktober s.d 5 November 2011
2.Seleksi 7 – 8 November 2011
3.Pengumuan dan pemanggilan 22 November 2011
4.Prakondisi pelaksanaan 25 November – 6 Desember 2011
5.Pemberangkatan ke daerah tujuan 8-13 Desember 2011
6.Pelaksanaan di daerah sasaran Desember 2011 – November 2012
7.Monitoring dan evaluasi 3 kali kegiatan
8.Penarikan peserta 30 November 2012
9.Pelaksanaan Program PPG Januari 2013 – November 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS